Blogger Template by Blogcrowds

obat ginjal


Diuretika
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (dieresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tak langsung tidak termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin), memperbesar volume darah (dekstran) atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air, alcohol).
Penggolongan
Pada umumnya diuretika dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
a.      Diuretika-lengkungan: furosemida, bumetanida dan etakrinat
obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak digunakan pada keadaaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.memperlihatkan kurva dosis-efek curam, artinya bila dosis dinaikkan efeknya (diuresis) senantiasa bertambah.
b.    Derivat-thiazida: hidroklorothiazida, klor-talidon, mefrusida, dan klopamida.
Efeknya lebih lemah dan lambat, tetapi bertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung (decompensatio cordis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis-efek datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (diuresis, penurunan tekanan darah) tidak bertambah.
c. Diuretika penghemat-kalium: antagonis-aldosteron (spironolakton, kanrenoat), amilorida dan triamteren.
Efek obat-obat ini hanya lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat eksresi kalium. Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+ dan ekresi K+; proses ini dihambat secara kompetitif (saingan) oleh obat-obat ini.
Amilorida dan  triamteren dalam keadaan normal hanya lemah efek sekresinya mengenai Na+ dan K+. Tetapi pada penggunaan diuretika-lengkungan dan thiazida terjadi ekskresi kalium dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat-kalium ini menghambat ekskresi K+ dengan kuat pula. Mungkin juga eskresi dari ekskresi dari magnesium dihambat.
d.   Diuretika osmotis: manitol dan sorbitaol.
Obat-obat ini hanya diabsorpsi sedikit oleh tubuli, hingga reabsorpsi air juga terbatas. Efeknya adalah diuresis osmotis dengan ekskresi air kuat dan relatif sedikit eskresi Na+. terutama manitol, yang hanya jarang digunakan sebagai infus intravena untuk mengeluarkan cairan dan menurunkan tekanan intraokuler (pada glaucom), juga untuk menurunkan volume CCS (cairan cerebrospinal) dan tekanan intracranial (dalam tengkorak).
e.   Perintang-karbonanhidrase: asetazolamida.
Zat ini merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga di samping karbonat, juga Na+ dan K+ diekskresiakn lebih banyak, bersamaan dengan air. Khasiat diuretiknya hanya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie, maka perlu digunakan secara selang-seling (intermittens).
Penggunaan
Diuretika digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung.
a.  Hipertensi guna mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah (tensi) menurun. Khususnya Derivat-Thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretika lengkungan pada jangka panjang trenyata lebih ringan efek anti-hipertensifnya, maka hanya digunakan bila ada kontra-indikasi untuk thiazida, seperti pada insufiensi ginjal.  Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan penurunan daya-tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperkirakan untuk efek anti-hipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic. Thiazida memperkuat efek obat-obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitors, sehingga sering dikombinasi dengannya. Penghentian pemberian thiazida pada lansia tidak boleh secara mendadak, karena resiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi.
b. Gagal jantung (decompensatio cordis), yang bercirikan peredaran tak sempurna lagi dan terdapat cairan berlebihan di jaringan. Akibatnya air tertimbun dan terjadi udema, misalnya dalam paru-paru (udema paru).begitu pula pada sindrom nefrotis, yang bercirikan udema tersebar akibat proteinuria hebat karena permeabilitas membrane glomeruli meningkat. Atau pada busung perut (ascites) dengan air menumpuk di rongga perut akibat cirrosis hati (hati mengeras). Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretika lengkudalam keadaan parah akut secara intravena (asthma cardiale, udema paru). Thiazida dapat memperbaiki efeknya pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Selain itu thiazida juga digunakan pada situasi dimana dieresis pesat dapat mengakibatkan kesulitan, seperti pada hipertrofi prostat.
Efek samping
Efek-efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah :
a.       Hipokaliemia, yakni kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretika dengan titik kerja dibagian muka tubuli distal memperbesar ekskresi ion-k+ dan ion H- karena di tukarkan dengan ion –Na+. akibatnya adalah kadar-kalium plasma dapat turun dibawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida, mungkin bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium bergejala kelemahan otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung, tetapi gejala ini tidak selalu menjadi nyata.
Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon 12,5 mg sehari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu tak perlu disuplesi kalium (slow – K 600 mg), yang dahulu agak sering dilakukan, kombinasinya dengan suatu zat penghemat kaliumsudah mencukupi.
Pasien jantung dengan gangguan ritme atau yang diobati dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga dikhawatirkan peningkatan resiko kematian mendadak (sudden heart death).
b. Hiperurikemia akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amilorida. Menurut perkiraan, hal ini disebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam urat mengenai transpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tinggi untuk retensi asam urat dan seragam encok pada pasien yang peka.
c. Hiperglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat dikuranginya metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal menyebabkan efek ini, efek antidiabetikaoral diperlemah olehnya.
d. Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar kolesterol total (juga LDL dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol –HDL yang diaanggap sebagai faktor pelindung untuk PJP justru diturunkan, terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah indapamida yang praktis tidak meningkatkan kadar lipida tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada penggunaan jangka panjang belum jelas.
e. Hiponetriemia akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretika lengkungan, kadar naplasma dapat menurunkan drastic dengan akibat hiponatriemia. Gejalanya berupa gelisah, kejang otot, haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang berangsur-angsur dinaikkan, atau pula obat diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama pada furosemida dan etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
f.  Lain-lain : gangguan lambung usus (mual, muntah, diare,) rasa letih, nyeri kepala, pusing dan jarang reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida dalam dosis tinggi.
Interaksi
Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak dikehendaki seperti :
·         Penghambat ACE dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
·         Obat – obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretic dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium dan airnya.
·         Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.
·         Aminoglikosida : ototoksitasdiperkuat hubungan diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversible).
·         Antidiabetika oral dikurangio efeknya bila terjadi hiperglikemia
·          Lithiumklorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
ZAT – ZAT TERSENDIRI
1.      furosemida : frusemida, lasix, impungan
Turunan sulfonamide ini (1964) berdaya diuretic kuat dan bertitik kerja di lengkungan henle bagian menaik. Sangat efektif pada keadaan udema di otak dan paru-paru yang akut. Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, intravena dalam beberapa menit dan 2,5 jam lamanya.
Resorpsinnya dari usus hanya lebih kurang 50%, PP-nya k.l 97%, plasma –t1/2-nya 30-60 menit; ekskresinya melalui kemih secara utuh, pada dosis tinggi juga lewat empedu.
Efek sampingnya berupa umum, pada injeksi i.v terlalu cepat, ada kalanya tetapi jarang terjadi ketulian (reversibel) dan hipotensi.hipokaliemia reversibel dapat terjadi pula.
Dosis: pada udema oral 40-80 mg pagi p.c, jika perlu atau pada insufisiensi ginjalsampai 250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v (perlahan) 20 – 40 mg, pada keadaan kemelut hipertensi sampai 500 mg(!). penggunaan i.m . tidak dianjurkan.
*Bumetanida (burinex adalah juga derivate-sulfamoyl (1972) dengan kerja diuretis yang 50 kali lebih kuat. Sifat-sifat kinetiknya lebih kurang sama dengan furosemida, juga penggunannya.
Dosis : oral 0,5-1 mg pagi, bila perlu 3-4 dd. i.m./i.v 0,5-2mg.
2. Asam etakrinal : edecrin
Derivate fenoksiasetat ini (1963) juga bertitik kerja dilapangan henle. Efeknya pesat dan kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresinya berlangsung melalui empedu dan kemih.
Berhubung ototksisitasnya dan seringnya mengakibatkan gangguan lambung-usus, zat ini tidak boleh diberikan paa anak-anak di bawah usia 2 tahun.
Dosis : oral 1-3 dd 50mg p.c,i.v (perlahan) 50 mg garam Na.
3. hidroklorthiazida: HCT, Esidrex
Senyawa sulfamoyl ini (1959) diturunkan dari klorthiazida yang di kembangkan dari sulfanilamida. Bekerja di bagian muka tubuli distal, efek diuretisnya lebih ringan dari diuretika lengkungan tetapi bertahan lebih lama, 6-12 jam. Daya hipotensifnya lebih kuat (pada jangka panjang), maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang. Sering kali pada kasus yang lebih berat dikombinasikan dengan obat-obat lain untuk memperkuat efeknya khususnya beta blockers. Efek optimal ditetapkan pada dosis 12,5 mg dan dosis diatasnya tidak akan menghasilkan penurunan tensi lagi, (kurva dosis-efek datar). Zat induknya klorthiazida berkhasiat 10 kali lebih lemah, maka kini tidak digunakan lagi.  
Resorpsinya dari usus sampai 80%, PP-nya k.l 70% dengan plasma-t1/2 6-15 jam. Ekskresinya terutama lewat memilih secara utuh.

Dosis : hipertensi : 12,5 mg pagi p.c, udema: 1-2 dd 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg 2-3x seminggu. sediaan  kombinasi: *lorinid, *moduretic = HCT 50 + amilorida 5 mg
*dytenzide = HCT 25 + triamteren 50 mg.
*derivate HCT yang banyak sekali disintesa semuanya memiliki daya kerja sama dan hanya berlainan mengenai potensi dan lama kerjanya,rata – rata 12-18 jam. Khususnya digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat hipertensi lain, antara lain :
* aldazide =buthiazhida 2,5 + spironolakton 25 mg
*dyta- urese = epitizida 4 + triamteren 50 mg
*inderetic = bendroflumethiazida 2,5 + propranolol 80 mg
4. Klortalidon : hygroton
Devivat sulfonamida ini (1959) rumusnya mirip dengan thiazida, begitu pula khasiat diuretisnya sedang. Mulai kerjanya sesudah 2 jam dan bertahan sangat lama, antara 24-72 jam tergantung pada tingginya dosis. Efek hipotensifnya bertambah secara berangsur-angsur dan baru optimal sesudah 2-4 minggu.
Resorpsinya dari usus tak menentu, rata – rata 50% dan mengalami FPE dari 10 – 15 %. Plasma –t1/2nya amat tinggi, lebih kurang 54 jam, mungkin berhubung terikat kuat pada eritrosit.ekskresinya lewat kemih lebih kurang 45% secara utuh.
Dosis : hipertensi : 12,5 mg pagi p.c (dosis optimal), udema : setiap 2 hari 100-200 mg, pemeliharaan 25-50 mg setiap hari.
Sediaan kombinasi :
*trasitensin = klortalidon 10 + okspresinolol 80 mg
*tenoretic 50 klortalidon 12,5 + aternolol 50 mg.
*indapamida (natrilix, fludex) adalah dericat sulfamoyl long acting (1974) dengan efek hipotensif kuat pada dosis sub-diuretis, yang baru optimal setelah 2-4 bulan. Efeknya bertahan beberapa minggu   sesudah terapi dihentikan, tanpa terjadi rebound effect.
Resorpsinya lengkap, bersifat sangat lipofil dan terikat kuat pada eritrosit : PPnya 79% plasma-t1/2-nya 15-18 jam. Ekresinya lewat kemih, yakni 60% terutama sebagai metabolit dan 20% lewat tinja. Dosis hipertansi : 2,5 mg pagi p.c. Dapat dikombinasikan dengan beta-blockers.
*klopamida adalah derivate sulfamoyl pula dengan lama kerja 12-24 jam. Hanya digunakan dalam sediaan kombinasi, antara lain :
*brinerdin = klopamida 5 + reserpin 0,1 + dihidroergokristin 0,5 mg
*viskaldix = klopamida 5 +pindolol 10 mg
*mefrusida (baycaron) adalah derivat disulfonamida (1967) dengan titik kerja di lengkungan henle, tetapi dengan pola kerja seperti thiazida. Mulai kerjanya lambat, setelah 6 jam dan bertahan 20-24 jam. Dosis hipertensi : 12,5 mg pagi p.c., udema 25-100 mg sehari.
5. Spironolakton : aldacton, lectona, *aldazide
       Penghambat aldosteron ini (1959) berumus steroida, mirip struktur hormone alamiah. Mulai kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari pula setelah [pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah, maka khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika umum lainnya. Efek  kombinasi demikian adalah adisi di samping mencegah kehilangan kalium. Akhir – akhir ini ditemukan bahwa spironolakton pada gagal jantung berat berdaya mengurangi resiko kematian sampai 30% (NEJ Med Sept 199).
Resorpsinya dari usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. PP-nya 98%. Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit aktif, antara lain kanrenon, yang diekskresikan melalui kemih dan tinja. Plasma-t1/2-nya sampai 2 jam, kanrenon 20 jam.
Efek sampingnya berupa umum : pada penggunaan lama dan dosis tinggi efeknya antiandrogen dengan gynomastie, gangguan potensi dan libido pada pria, sedangkan pada wanita nyeri buah dada dan gangguan haid. Pada tikus ternyata berefek karsinogen, maka hendaknya digunakan untuk jangka waktu singkat!
Dosis oral 1-2 dd 25-100mg pada waktu makan.
*aldazide = spironolakton 25 + thiabutazide 2,5 mg
*kanrenoat (canrenoic acid, soldactone)adalah derivate yang dapat larut dan hanya digunakan sebagai injeksi (1967). Sifat – sifatnya dan efek sampingnya sama dengan spironolakton, tetapi mulai kerjanya lebih cepat dan bertahan lebih lama. Ekskresinya juga berlangsung sebagai kanrenon.
Dosis : i.v./infuse 200-600 mg sehari (garam K) selama maksimal 2 minggu.
6. Amilorida : *loronid, midamor
Derivate pirazin ini (1967) bertitik kerja dibagian ujung tubuli distal dengan menghambat penukaran ion-K+ dan –H+. hasilnya ialah bertambahnya ekskresi Na+ (bersama CI + karbonat), sedangkan pengeluaran kalium berkurang. Efek maksimalnya tercapai setelah k.l. 6 jam dan bertahan 24 jam.
Resorpsinya dari usus lebih kurang 50% yang di kurangi oleh makanan, PP-nya 40%, plasma-t1/2-nya 6-9 jam, mungkin juga lebih lama. Ekskresinya lewat kemih terutama secara utuh.
Efek sampingnya umum, fotosensibilissasi sering dilaporkan (di Australia), adakalanya impotensi. Berlainan dengan diuretika lain, obat ini tidak menekan sekresi urat, melainkan menstimulasinya. Semua penghemat kalium tidak dapat saling di kombinasikan atau diberikan bersama suplemen kalium berhubung bahaya hiperkaliemia.
Dosis : hipertensi : oral 1-2 dd 5 mg a.c, maksimal 20 mg sehari.
*lorinid = amilorida 5 + HCT 50 mg (mengandung kadar HCT terlampau tinggi).
7. Triamteren : Dytac
Derivat – pteridin ini (1962) berkhasiat diuretic lemah,mulai kerjanya lebih cepat, setelah 2-4 jam, tetapi hanya bertahan k.l. 8 jam. Mekanisme kerjanya mirip amilorida.
Resorpsinya dari usus antara 30% dan 70%, PP-nya lebih kurang 60% dan t1/2-nya k.l. 2 jam. Ekskresinya berlangsung lewat kemih, sebagian sebagai metabolit aktif. Kemih dapat berwarna biru dan pembentukan batu ginjal dilaporkan pada 1:1.500 pasien.
Dosis : hipertensi oral 1-2 dd 50 mg p.c, maksimal 200 mg.
*dyta-ureses dan *dytenzide, masing-masing bersama eptisida 4 mg dan HCT 25 mg.
8. Azetazolamida : Diamox
Obat ini, ysng diturunksn dari sulfanilamide (1957), di anggapsebagai pelopor thiazida dan merupakan diuretikum pertama yang digunakan secara intermitten. Khasiat diuretisnya berdasarkan perintangan enzim karbonanhidrase yang mengkatalisa reaksiberikut :
CO2 + H2O --- H2CO3 --- H+ + HCO3
Karena penghambatan reaksi ini di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion-H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na+, K+, bikarbonat dan air. Kini asetazolamida hanya jarang digunakan lagi pada penyakit mata glaucoma untuk menurunkan produksi cairan di dalam mata dan menurunkan tekanan intra-okuler. Berkat efek antikonvulsifnya obat ini dahulu digunakan sebagai obat antilepilepsi. Penggunaan lainnya adalah sebagai obat ‘penyakit ketinggian’ (hoogtevress, rasa takut di tempat yang amat tinggi) yang bercirikan alkalosis dengan penghambatan pusat nafas ; gejala ini di tanggulangi oleh acidosis yang ditimbulkan asetazolamida.
Resorpsinya baik mulai kerjanya dalam 1-3 jam dan bertahan selama k.l. 10 jam.PP-nya 90% lebih, plasma t1/2-nya 3-6 jam dan diekskresikan lewat kemih secara utuh.
Dosis :  pada glaoucoma oral 1-4 dd 250 mg, ‘penyakit ketinggian’ : 2 dd 250 mg dimulai 3 hari sebelum bertolak ke lokasi yang tinggi.
9. Mannitol ; manitol
Alcohol gula ini  (C6H14O6) terdapat ditumbuh-tumbuhan dan getahnya, juga di tumbuhan laut. Diperoleh dengan cara reduksi elektrolitis dari glukosa. Efek diuretisnya pesat tetapi singkat dan berdasarkan sifatnya dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis tanpa reapsorbsi di tubuli, hingga penyerapan kembali air dirintangi secara otomatis. Terutama digunakan sebagai infuse untuk menurunkan tekanan intra – okuler pada glaucoma dan sewaktu bedah mata, juga untuk meringankan tekanan intracranial pada bedah otak.
Manitol adalah 0,6 kali kurang manis dibandingkan gula (sakarosa),maka penderita diabetes (1g menghasilkan 8kj) dan dalam pelbagai gula-gula bagi anak-anak (candy) berkat sifat non-cariogennya. ( tidak mengakibatkan caries). Di atas 20 g sehari, manitol berkhasiat laksatif, maka adakalanya digunakan sebagai obat pencahar. Antidiabetika oral, zat-zat pemanis.
Dosis : infuse i.v1,5-2g/kg dalam 30-60 menit ( larutan 15-25%)
*sorbitol (sorbo) adalah stereoisomer dari manitol dengan khasiat, sifat dan penggunaan sama. Insulin dan antidiabetika oral, zat-zat pemanis. Dosis : infus i.v 1-2g/kg dari larutan 20-25%.
10. Daun kumis kucing : remukjung, orthosiphoni,folium,reinosan.
Daun dari tumbuhan orthosiphon stamineus ini sangat terkenal di Indonesia dan mengandung glikosida orthosifonin, minyak terbang, dan kalium (kadar tinggi, k.13,5%). Zat – zat ini memiliki khasiat diuretic dan bakteriostatis, mungkin juga litholitys (melarutkan batu). Maka secara tradisional remukjung merupakan obat rakyat berharga untuk mengobati gangguan saluran kemih dan kencing batu. Penggunaannya sering kali di kombinasikan dengan ramuan lain, seperti daun menir – meniran ( phyllantus urinaria) daun keji beling (strobilanthus crispus), yang keduanya pun mengandung banyak kalium.
Dosis : 2-3 dd 150 ml dari infus 10% (godokan, yang di peroleh dari memanaskan 50 g daun halus dengan 500 ml air di atas suhu 900 C). renosan (350 mg ekstrak remukjung : 3-4 dd 1-2 tablet).

Daftar puataka:
Tjay hoan Tiondan dian raharja kirana, 1991. Obat-obat penting .Edisi IV.Jakarta : PT.Elex media kompatindo
Drs.tan hoan tjay & drs.kirana rahardja.2008.Obat-obat penting edisi ke enam.Jakarta :PT elex media komputindo